Mengomunikasikan suatu pesan yang telah dibangun suatu perusahaan memang ga bisa cuma sekedar “plek-ketiplek” saja dengan arahan yang telah ada. Penyesuaian audience adalah satu hal yang sangat perlu diperhatikan seorang marketing communication. Mungkin dalam era kini yang mana orang lebih dekat dengan social media-nya kami sebagai marcomm perlu banget menyesuaikan pesan yang akan kami sampaikan dengan fasilitas yang ada. Merangkum, memadatkan pesan namun harus tetap efektif untuk diterima oleh audience.
Dalam dunia sosial media yang penuh warna ini, menjadi “seseorang” di balik konten nggak semudah memposting foto pemandangan indah di pegunungan. Nggak bisa dipungkirin, kalau ngomong di media sosial itu kayak main petasan; bisa jadi asik tapi bisa juga meledak kapanpun dan dimanapun. Kalau kita lagi suka banget sama satu trend, pastiin dulu kalau itu bakal bikin followers kita nyambung atau malah bingung. Serba-serbi kehidupan di dunia maya adalah ketika setiap kata yang terucap di sosial media bisa menjadi pemicu terjadinya blunder yang mengintai di depan mata. Mulai dari foto, video, caption dan story apapun yang kita unggah di sosial media bisa jadi bahan perbincangan atau malah jadi viral. Jadi, ngomong aja harus banyak mikir!
Di zaman yang udah serba digital ini, ngomong aja udah bikin deg-degan banget, mau ngomong apa, kata-katanya gimana, caranya gimana semuanya jadi harus dipikirin mateng-mateng karena takut blunder. Misalnya, hal sekecil typo aja bisa bikin kalimat jadi bahan ceng-cengan. Ketuker satu huruf aja udah bisa jadi bahan lawakan yang gak sengaja, segampang itu kan buat blunder di sosial media? Selain typo, pemilihan konten yang mau di upload di sosial media juga ga kalah deg-degan, karena bisa aja hal yang kita anggap wajar dan normal bisa jadi hal yang sensitif baik secara budaya ataupun sosial bagi beberapa golongan netizen di dunia ini.
Ngomong-ngomong masalah konten yang lagi trend atau yang lebih sering disebut “viral”, banyak dari netizen yang bakal pengen ngikutin trend tersebut, kalau istilahnya sih FOMO yaaa (Fear Of Missing Out) yang apa-apa pengen keliatan ngikutin perkembangan zaman, si yang paling nggak mau ketinggalan dan anti banget kalo dibilang Kudet (Kurang Update). Media sosial seperti instagram, Tiktok, Facebook, Twitter menjadi panggung utama FOMO, mulai dari tampilan foto yang perfect, momen-momen penting yang dipamerkan dan gaya hidup glamor yang terus-menerus disajikan di platform ini menjadi sumber utama ketidaknyamanan dan kecemasan tertinggal yang berlebihan.
Sebenernya nggak salah jadi orang yang up to date asalkan kita bener-bener bisa mempertimbangkan baik buruknya trend itu dan siap menerima segala konsekuensi dari apa yang kita posting di sosial media. Nah, kalau ada komentar negatif atau DM yang masuk atau mungkin beberapa mitra juga pernah ngerasain misscom sama customer karena ketidaksesuaian bahasa yang dipake, jangan langsung terpancing emosi ya. Jaga kepala tetap dingin, respon dengan bijak, dan yang terpenting tahan-tahan ya biar nggak langsung ngegasss.
Merawat audience kita aja harus perlu hati-hati, bagaimana kita yang perlu merawat konsumen bisnis seperti mitra Tokorame nih. Kadang memang kita sudah harus kebal hati di saat sebal, jadi ga gampang kepancing kalau memang dirasa ada ketidaksamaan pesan yang dipahami.
Nah, di balik drama persosmed-an ini, blunder sebenernya juga bisa ngasih kita pembelajaran yang berharga kok. Mulai dari hati-hati setiap mau melakukan sesuatu dan selalu menjaga etika dalam berkoneksi dan berkomunikasi dengan orang lain yang notabenenya berasal dari background yang berbeda-beda. Sambil terus menikmati dunia maya, yuk jadiin blunder ini sebagai tameng untuk tetap think before you speak biar kita tetap bisa produktiv di sosial media, entah itu sekedar berbagi informasi ataupun bertukar isi kepala sesama netizen tanpa bikin blunder yang nantinya bikin kita merana. Jadi, keep it cool dan tetap cerdas dalam bersosial media, ya!